Utang luar negeri Indonesia dipastikan membengkak atau meningkat seiring menguatnya kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah. Hal tersebut patut diwaspadai karena bisa menyebabkan atau mempengaruhi kebijakan fiskal Indonesia.
Bahkan, beberapa pengamat menyarankan harus mewaspadainya agar tidak berdampak pada berbagai sektor kehidupan masyarakat. Khususnya bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan sekaligus keputusan.
Kamu sekalian sebagai anggota masyarakat juga perlu mengetahui utang luar negeri tersebut. Terlebih kondisinya bisa berdampak pada bidang bisnis, ekonomi, dan keuangan baik secara makro atau mikro. Jadi, tidak ada salahnya mengetahui informasinya lebih dekat.
Kondisi Rupiah yang Semakin Tertekan
Beberapa waktu terakhir ini kurs dolar Amerika Serikat menguat hingga menekan banyak mata uang di wilayah Asia. Salah satunya rupiah yang begitu terkoreksi sekaligus melemah. Diketahui bahwa hingga sesi penutupan pasar pada 23 Oktober 2023, dolar AS sempat di angka tertinggi, yaitu Rp15.949.
Dengan kata lain, hampir menyentuh angka Rp 16.000 yang pastinya berdampak pada berbagai bisnis internasional. Khususnya di Indonesia yang masih memakai patokan dolar AS sebagai alat transaksi untuk jual beli kala internasional.
Bukan hanya mempengaruhi hal itu saja, tetapi juga berbagai bahan baku impor dari luar negeri khususnya asal Paman Sam. Otomatis harga yang harus ditebus merangkak naik. Sebagai contoh, barang-barang atau peralatan elektronik made in USA yang mungkin salah satunya sudah kamu pakai di rumah atau kantor.
Mulai dari peralatan gadget, personal computer (PC), audio video, dan lain sebagainya. Semua harga produk tersebut beserta pernak-perniknya dipastikan naik imbas dari penguatan kurs dolar AS. Jika seperti itu, tentu saja menurunkan daya beli masyarakat baik secara langsung atau tidak.
Kamu mungkin belum merasakannya, tetapi seminggu ke depan bisa jadi mulai merasakan dampaknya. Namun yang lebih memprihatinkan, yaitu utang luar negeri Indonesia. Lalu, apa kaitannya penguatan dolar dengan pinjaman yang harus dibayar oleh bangsa Indonesia?
Kamu perlu mengetahui dan memahami terlebih dulu perihal hal tersebut. Semuanya masih berkaitan dengan penguatan dolar beserta kelemahan rupiah. Dengan begitu, pinjaman Indonesia yang berbasis dolar juga pastinya membengkak dan harus dibayar penuh.
Utang Luar Negeri Indonesia Membengkak
Pembengkakan bukan karena pemerintah yang menambah pinjaman lagi dari negara lain atau lembaga internasional tertentu. Bukan juga dikarenakan bunga utang semakin besar, sehingga melunasinya juga perlu membutuhkan uang lebih banyak.
Akan tetapi, utang luar negeri yang membengkak disebabkan oleh penguatan dolar AS beberapa pekan terakhir. Sekali lagi, pinjaman Indonesia berpatokan pada kurs dolar Amerika, sehingga juga menyesuaikan dengan naik turunnya.
Terlebih pinjaman yang sudah jatuh tempo dan harus segera dibayar sebelum terkena penalti kuangan. Pemerintah yang membayarnya harus menyiapkan strategi dan skema pembayaran tepat. Jangan sampai utangnya semakin besar dan harus menambah pembiayaannya lagi.
Hal itu sama saja tekor alias merugi. Indonesia sebagai negara besar yang memiliki banyak sumber daya seharusnya jangan sampai terjebak dengan pembayaran utang seperti itu. Kamu sekalian sebagai bagian dari masyarakat dan warga negara Indonesia harus mengetahui hal tersebut.
Menurut ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Rizal Taufikurahman, menegaskan utang luar negeri RI pasti membengkak. Padahal kondisinya pasif alias tidak menambah utang lagi karena penyebab pembengkakannya penguatan dolar AS.
Jika pemerintah masih berutang lagi, otomatis semakin banyak utang yang harus dibayar di kemudian hari. Menurut Rizal, kondisi semacam ini cukup berisiko pada kinerja fiskal yang semakin berat. Tentu saja pemerintah harus merencanakan langkah-langkah tepat kaitannya dengan fenomena penguatan dolar ini.
Pinjaman Rp 7.000 Triliun Lebih Harus Dibayar
Perlu kamu ketahui bahwa utang pemerintah Indonesia menurut Kementerian Keuangan hingga bulan Agustus 2023 sebesar Rp 7.870,35 triliun. Jumlah utang tersebut bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak Rp 6.995,18 triliun atau sekitar 89%.
Sementara sisanya sekitar 11%, bersumber dari pinjaman dalam atau luar negeri sebesar Rp 875,16 triliun. Jadi, utang Indonesia dari pinjaman memang lebih sedikit, tetapi tetap berpeluang membengkak karena berbagai situasi serta kondisi moneter global.
Semuanya harus dibayar lunas dengan jatuh tempo waktu bervariasi. Hal tersebut hanya pemerintah yang mengetahuinya secara detail. Sementara kamu sekalian, hanya tidak perlu tahu, tetapi minimal prihatin dengan besaran pinjaman tersebut.
Salah satunya, yaitu penguatan dola AS yang seharusnya diimbangi dengan langkah-langkah konkret pemerintah dalam menstabilkan nilai rupiah. Berharap rupiah kembali menguat, sehingga nilai utang luar negeri bisa menurun.