Masalah resesi seks China menjadi perhatian besar bagi pemerintahan Xi Jinping. Terutama dengan rendahnya angka kelahiran yang terus meningkat. Bahkan warga Wuhan gempar karena patung beranak muncul di Taman Jiangtan.
Pada awalnya patung berjudul keluarga bahagia memiliki ibu, ayah dan seorang anak. Tapi sekarang manajemen membuat patung baru tapi dengan tambahan dua anak. Artinya sekarang terdapat tiga orang anak sekaligus.
Hal ini sesuai dengan seruan yang telah diberikan presiden China. Tentu perintah ini wajar mengingat bagaimana pemerosotan angka kelahiran Tiongkok. Belum lagi ditambah dengan angka pernikahan yang juga sama-sama kecil.
Kondisi resesi seks China membuat presiden Xi merasakan kegalauan. Apalagi dalam sembilan tahun terakhir, angka pernikahan merosok 56%. Ditambah angka kesuburan negara dengan warga terbanyak di dunia yang menurun.
Rekornya terendah di mana hanya 1,09 untuk 2023. Apabila kondisi ini terus terjadi, akan mengalami penurunan lebih buruk. Bahkan tidak menutup kemungkinan negeri tirai bambu mengalami penurunan populasi.
Masalah ini terjadi bukannya tanpa penyebab. Penurunan populasi menjadi bukti berhasilkan program atau kebijakan satu anak yang berlangsung selama 35 tahun. Jadi, butuh waktu untuk mengatasi resesi.
Resesi Seks China Menyebabkan Penurunan Populasi yang Signifikan
Kebijakan satu anak di China pernah dianggap memberatkan banyak orang. Apalagi jika ketahuan ada perempuan yang melanggar diwajibkan untuk aborsi paksa. Belum lagi memperoleh denda sehingga membuat perempuan merasa trauma.
Masalah resesi seks China membesar karena memang ketatnya hukum Tiongkok. Tapi sebenarnya penyebabnya bukan hanya pembatasan anak saja. Melainkan karena muncul perlambatan ekonomi hingga biaya hidup yang semakin mahal.
Inilah alasannya banyak perempuan China banyak berpikiran tidak ingin punya anak. Khususnya jika tinggal pada wilayah perkotaan serta menghadapi stagnasi upah. Termasuk menghadapi kesempatan kerja minim dan terlalu melelahkan.
Berbagai kondisi tersebut semakin menyulitkan orang untuk berpikir punya anak. Bahkan hanya memikirkan untuk membesarkan anak sudah merasa takut. Apalagi jika harus punya banyak anak di mana tanggungannya semakin besar.
Permasalahan ini semakin buruk karena peran gender terbilang bias. Belum lagi selalu menempatkan pekerjaan rumah tangga serta pengasuhan hanya pada pihak perempuan. Wajar jika perempuan merasa adanya diskriminasi terlalu besar.
Kemunculan resesi seks China juga terjadi karena tempat kerja tidak bersahabat bagi yang punya keturunan. Belum lagi perusahaan seringkali tidak memberi cuti melahirkan. Pastinya keputusan tersebut sangat menyulitkan bagi perempuan.
Untuk mengatasi ini, kemudian muncul berbagai gerakan agar tidak lagi terjadi diskriminasi. Bahkan menghasilkan beberapa kota maupun provinsi mengeluarkan kebijakan terbaru. Khususnya untuk cuti melahirkan dan layanan penitipan anak.
Meski begitu langkah tersebut dianggap kurang menguntungkan karena belum maksimal. Terutama karena fenomena resesi yang terjadi pada negara terpadat dunia. Untuk menjadi negara yang lebih baik, Tiongkok butuh banyak waktu.
Biang Kerok Resesi Seks di China Masih Sulit Diatasi
Resesi seks China merupakan permasalahan besar yang disebabkan wanita berfokus pada karir dan tujuan pribadi. Kemudian tidak lagi memikirkan ingin membangun sebuah keluarga di mana telah banyak orang yang melakukannya.
Biang kerok resesi semakin bertambah karena perkembangan zaman hingga virus corona. Biaya hidup semakin tinggi dan menjauhkan orang untuk membangun keluarga. Belum lagi partisipasi wanita pada pekerjaan sangat besar.
Karena keadaan inilah mendorong wanita memiliki gaji lebih besar dibandingkan pria. Kemudian mendorong pria harus punya gaji lebih tinggi dari wanita. Beban luar biasa dihadapi para pria terutama dari finansial.
Kurangnya keinginan untuk menikah sama besarnya pada pria karena properti juga mahal. Menurut beberapa ahli, harga properti harus turun setidaknya 50% dari awalnya. Ketersediaan atau harga rumah tergantung dengan pernikahan.
Masalah resesi seks China banyak terjadi karena lebih senang melajang dan mencari uang. Motivasi memiliki anak mengecil padahal penambahan populasi penting bagi China. Terutama untuk menyiapkan tenaga kerja masa depan.
Apalagi jumlah lansia di Tiongkok sangat besar karena mencapai seperlima penduduk. Bahkan banyak ahli memperingatkan China akan punya nasib seperti Jepang. Ditambah perekonomian sedang kritis dalam persaingan era sekarang
Apabila pasokan tenaga kerja menyusut, produktivitas mempertahankan laju ekspansi sulit. Pesatnya perekonomian tidak mungkin tercapai. Untuk mengatasi masalah ini, banyak perusahaan memberi jasa pembekuan sel telur dan sperma.
Hal ini dilakukan karena banyak yang sadar jika karir hanya 7-8 tahun. Setelahnya membangun karir terdapat keinginan memiliki keluarga hingga anak. Pemerintah perlu mengatasi resesi seks China dengan dukungan penuh.